Skip to main content

Keriuhan Pilkada DKI: Dari Penista Hingga Sang Mantan

Ramai sudah proses pemilihan calon kepala daerah (Pilkada) untuk DKI Jakarta bergulir. Belum-belum terdaftar resmi saja, jagat nyata dan maya DKI Jakarta sudah ramaikan dengan segala macam pernak-pernik Pilkada.

Baru tahap pengusungan calon yang akan maju di Pilkada DKI, keriuhan disana-sini terdengar bersaut-sautan. Ada petahana yang ingin maju dari jalur independen dengan dukungan 1Juta KTP, ada juga yang mengais-ngais dukukungan partai, padahal sang calon adalah Ketua Umum sebuah partai yang telah ada sejak awal reformasi. Ada juga pengusaha muda yang kekayaannya triliunan rupiah, karena lihai melihat prospek di pasar modal. Namun ada juga anak muda yang kekayaannya fantastis walau baru berpangkat Mayor di dinas kemiliteran.

Keriuhan tidak berhenti, setelah 3 pasangan calon ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta. Ancang-ancang serangan terhadap calon petahana sudah langsung di siapkan sebagai upaya memenangkan pasangan calon lainnya. Petahana yang akhirnya memilih maju dengan dukungan partai yang baru saja merayakan ulang tahun ke-44 beserta sejumlah partai di parlemen, dipaksa sibuk dengan serangan-serangan yang dilancarkan dari tim pasangan calon yang lain.

Isu korupsi, penggusuran, kejam, dan sejenisnya berhamburan diudara menyerang petahana. Namun ternyata 2 bulan berjalan tidak cukup memberi efek yang bagus untuk menggerogoti keterpilihan petahana.

Penetapan calon pasangan peserta Pilkada makin mendekati waktu. Bom isu pun diledakkan. Pidato Basuki Tjahaja Purnama tanggal 6 Oktober 2016 di Kepulauan Seribu yang diunggah kanal resmi Pemerintah Daerah DKI dijadikan peluru menyerang pasangan calon petahana. "Ahok Penista Agama Islam," "Ahok Penista Quran," "Ahok Penista Ulama," segera menjadi tulisan-tulisan di berbagai poster dan spanduk.

Sejumlah kelompok memanfaatkan isu "penistaan" ini untuk kepentingan masing-masing masing. Ada yang memang untuk kepentingan Pilkada DKI, ada yang berkepentingan terhadap pergantian kepemimpinan nasional, bahkan tidak kurang ada yang ingin dinobatkan sebagai pemimpin besar umat Islam se Indonesia. Paksaan agar Ahok (Panggilan Basuki Tjahaja Purnama) segera di tahan pun terus menguat hingga harus menyita perhatian petinggi negara. Isu terus memanas, langkah hukum pun harus di tempuh sebagai bentuk penghormatan terhadap kesepakatan bernegara.

Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam proses yang menurut para pegiat hukum adalah proses yang super cepat. Seolah semua lembaga hukum tidak mau berlama-lama memegang bola panas kasus "Al-Maidah 51." Polisi memeriksa dengan cepat, walaupun tidak secepat Kejaksaan meneruskan kasus ke persidangan. Harapan agar situasi kembali kondusif menampakkan sedikit kecerahannya. Sedikit reda, namun tetap ada kelompok yang ingin nyala didalam sekam itu terus berkobar. Aksi 212 (2 Desember 2016) digelar untuk memastikan Ahok di tahan. Namun apa mau dikata, Ahok tidak dapat serta merta di tahan hanya karena ada ratusan ribu orang (yang diklaim jutaan). Kecewa merundung kelompok yang ingin Ahok ditahan dan akhirnya batal sebagai calon.

Kini proses persidangan masih berjalan. Satu persatu saksi pelapor di periksa. Didalam persidangan, mayoritas saksi pelapor menggunakan potongan video sebagai alat pelaporannya, bukan video utuh. Aksi-aksi dukungan dari kedua belah pihak terus memadati ruang didalam dan diluar persidangan. Ahok diperiksa, pengunggah potongan video, Buni Yani, pun juga turut diproses hukum karena laporan terhadapnya.

Merasa tidak cukup puas dengan hasil kerja untuk menggagalkan petahana, kini isu baru dimunculkan. Proses pemeriksaan saksi terhadap Ketua MUI di geser seolah sebagai penghinaan terhadap ulama. Pertanyaan soal kedekatan Ketua MUI dengan salah satu pasangan calon dan mantan orang nomor 1 di Indonesia yang dibantah oleh saksi, digoreng menjadi peluru baru menyerang Ahok.

Riuh memang kontestasi politik, namun keterlibatan masih dikalangan elit. Sayang jika kontestasi demokrasi malah menjadi ruang penyemaian kebencian dan diskriminasi.

Di sayidan di jalanan, tuangkan air kedamaian (Shaggy Dog).

Comments

Popular posts from this blog

PIPIN CEPLOS

Entah kenapa sejak kemarin malam 19/03 pikiran saya “terganggu” dengan akan berlangsungnya Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Mungkin karena halangan saat pulang kantor ketika saya (ternyata) melalui kantor KPUD DKI yang sedang dipenuhi massa pendukung FOKE – NARA, atau mungkin karena memang sedang “iseng” atau bisa jadi karena pikiran lagi kepingin dibawa serius. Namun yang pasti hingga malam ini 20/03, “gangguan” tersebut masih tersisa dikepala saya. Pagi tadi, saya coba berselancar di jagat maya, mencari tahu siapa saja yang sudah mendaftarkan diri sebagai bakal calon pemimpin di DKI Jakarta ini. Ternyata sudah ramai pasangan yang mendaftarkan diri di KPUD DKI. Ada Alex –Nono, Hendardji-Riza, Jokowi-Ahok, Foke-Nara, Hidayat-Didik yang kesemuanya didukung partai atau koalisi partai atau “mencoba untung” dari dukungan partai. Hanya satu pasangan bakal calon yang menarik perhatian saya Faisal-Biem yang diusung melalui jalur independen. Dari awal memang saya sudah menaruh antipati ter

Dapat Link Buku

Buat temans yang senang membaca lewat komputer, Ada hadiah dari seorang kawan yang juga penikmat e-book. Sayang, saya belum sempat preview semua halaman websitenya, jadi saya belum dapat memberi cerita apapun tentang hal ini. Coba jelajahi di perpustakaan digital ini .

Pendidikan Ganda demi Bonus Demografi

DJOKO SANTOSO DIDIE SW . Daripada tidak, Indonesia lebih baik sedikit terlambat untuk memulai sistem pendidikan ganda dalam pendidikan tinggi. Sistem ini sukses diterapkan Jerman dan ditiru banyak negara Eropa, termasuk menjadi pendo- rong kemajuan Korea Selatan. Maka, wajar jika Presiden Joko Widodo meminta agar hal tersebut segera serius dilaksanakan. Presiden memang berkali-kali menekankan relasi antara pendidikan dan kebutuhan nyata sesuai perkembangan cepat zaman. Lantas apa pentingnya dan bagaimana sebenarnya cara kerja dari sistem pendidikan ganda? Bagaimana perguruan tinggi bersama perusahaan industri bisa menerapkan pendidikan kejuruan dan pelatihannya tersebut dengan sukses? Jerman menerapkan sistem pendidikan ganda dalam upaya mempercepat penyejahteraan penduduknya. Sistem ini menghasilkan kontribusi besar dari sejumlah besar kaum muda yang berketerampilan khusus. Model pendidikan praktis ini dapat melatih kaum muda dalam keterampilan yang relev