Beberapa hari belakangan, media nasional ramai memberitakan akan berlangsungnya perhelatan pernikahan Ibas dan Aliya. Heboh pemberitaan sebenarnya sudah terjadi semenjak pertunangan keduanya dilakukan. Maklum keduanya merupakan anak-anak dari orang berpengaruh di Indonesia. Sang calon mempelai perempuan adalah anak dari Hatta Rajasa yang kebetulan juga merupakan salah satu menteri dari kabinet yang dipimpin oleh ayahanda calon mempelai pria.
Seperti halnya berita pernikahan dari anak-anak para pembesar di Indonesia, berita pernikahan Ibas dan Alya menjadi terasa “penting” untuk begitu ramai dibicarakan.
Ada beberapa hal yang cukup menarik perhatian dari perhelatan yang begitu banyak menyita perhatian publik akhir-akhir ini.
Biaya pernikahan yang menghabiskan milyaran rupiah. Walaupun pernyataan resmi dari sekertaris negara bahwa tidak ada sepeserpun dana negara yang digunakan untuk perhelatan ini, namun pernikahan ini adalah acara yang cukup dahsyat ditengah ditengah krisis yang dilanda bangsa ini.
Pernikahan yang menyedot dana begitu besar ditengah harga kebutuhan pokok yang semakin sulit dijangkau bukan lah sesuatu yang dapat menjadi suri tauladan bagi rakyat. Walau masih banyak anggapan rakyat yang seolah “membenarkan” dengan ungkapan “wajar saja..namanya juga anak presiden” namun jelas sekali hal ini semakin menunjukan bahwa penguasa memanfaatkan kuasanya untuk “memperbudak” rakyat paling tidak di ranah pemikiran.
Dana milyaran rupiah yang dikucurkan untuk beberapa hari acara pernikahan tidak sebanding dengan usaha-usaha rakyat untuk memajukan kesejahteraannya. Bertahun-tahun buruh indonesia meminta upah yang adil sesuai kebutuhan hidup layak, berpuluh tahun rakyat tani menyuarakan pembaruan agraria, namun semua belum terpenuhi. Hal ini jelas sangan kontras dengan kesenangan pejabat yang mengumbar-ngumbar uang demi kepuasan dirinya.
Mungkin benar, bahwa uang yang dipakai untuk pernikahan ini bukanlah uang negara. Namun akan sulit mencerna jika sama sekali tidak ada andil negara yang “mampu” memberikan uang yang begitu besar kepada kedua orang tua mempelai. Apalagi bila menggunakan pikiran orang-orang hebat yang mengatakan perlunya “pembuktian terbalik”.
Pernikahan di Istana Cipanas.
Apakah rakyat biasa bisa menyewa Istana Cipanas untuk pesta pernikahan anggota keluarganya? Itu menjadi pertanyaan menggelitik saat SBY selalu mengatakan akan menjadi contoh untuk “perang” melawan korupsi.
Istana Cipanas merupakan ikon kenegaraan. Ia merupakan salah satu istana kepresidenan, bukan tempat komersil umum. Berapakah Soesilo Bambang Yudhoyono atau M. Hatta Rajasa membayar sewa dan kemana mereka membayar sewa atas penggunaan istana negara? Dapatkah orang biasa menyewa Istana Cipanas ?
Dari hal ini jelas ada fasilitas negara yang digunakan oleh kedua pejabat publik tersebut dalam acara pernikahan anak-anaknya. Sebagai orang awam, jelas bahwa Presiden SBY dan Menteri Hatta Rajasa sudah menggunakan kekuasaan/kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri/keluarga-nya. Betapa tidak, ikon kenegaraan seperti istana presiden dapat mereka gunakan untuk acara yang sebenarnya adalah acara yang bersifat pribadi tidak terkait jabatan atau kewenangan.
Hal ini jauh berbeda dengan saat Gubernur yang juga Raja Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono X menikahkan putrinya. Sebagai raja ia memang patut menikahkan putrinya di keraton (Istana) kerajaannya. Karena ia adalah raja dimana Istana/Keraton adalah properti kerajaannya. Wajar, selama kita masih mengakui kerajaan, bila anak-anak raja dinikahkan di istana raja karena pernikahan anak-anak raja merupakan salah satu acara kerajaan.
Pengamanan Kenegaraan
Ekses dari penggunaan Istana Negara adalah perlunya pengamanan kenegaraan. Naif bila dikatakan oleh Kepala Penerangan Kodam Siliwangi bahwa pengamanan yang dilakukannya adalah pengamanan “standar “ kepresidenan. Dua batalion pasukan disiapkan diluar kompi-kompi tugas istana adalah sesuatu yang berlebihan jika dilihat bahwa ini adalah acara pribadi, bukan acara kenegaraan.
Pasukan TNI yang disiapkan begitu banyak juga memunculkan pertanyaan, apakah situasi pernikahan akan menjadi situasi darurat perang? Kalaupun ada Kepolisian yang bertugas, dapat dipastikan bahwa jumlahnya tidak akan lebih banyak dari TNI. Kembali lagi, naluri rakyat mempertanyakan apakah TNI yang bertugas ini adalah TNI nya SBY-Hatta Rajasa atau TNI negara? Maukah pasukan-pasukan ini juga ikut mengamankan jika anak seorang biasa menikah?
Atau Tentara merasa bahwa yang menikahkan ini adalah Pimpinan tertingginya? Jikalau demikian maka sangat tidak profesional TNI kita sekarang ini. TNI seharusnya bisa membedakan mana yang urusan negara dan urusan pribadi kepala negara, karena tentu jabatan kepala negara tidak terus melekat di pundak SBY. Buktinya, sesuai pernyataan resminya, tidak ada kepala negara yang diundang dalam acara pernikahan ini. Ini berarti, sebenarnya pemilik acara sudah sangat sadar bahwa acara yang diselenggarakannya bukanlah acara keluarga.
Selain TNI, acara pernikahan ini jelas juga akan menggunakan fasilitas negara berupa Kepolisian. Paling tidak Kepolisian, diperlukan untuk memfasilitasi perjalanan yang akan dilalui oleh kedua keluarga bahaga termasuk undangannya untk dapat tiba di Istana Cipanas.
Dengan demikian fasilitas kenegaraan telah digunakan oleh seseorang yang kebetulan menduduki jabatan publik untuk kepentingan pribadi/keluarganya. Sayangnya alat-alat negara ini seolah menjadi alat pribadi yang bisa di gerakkan begitu saja.
Kembali lagi ini sangat kontras dengan pengamanan istana/keraton kesultanan yang digunakan oleh HB X pada saat menikahkan putrinya.
Apakah SBY adalah rajanya Indonesia?
Seperti halnya berita pernikahan dari anak-anak para pembesar di Indonesia, berita pernikahan Ibas dan Alya menjadi terasa “penting” untuk begitu ramai dibicarakan.
Ada beberapa hal yang cukup menarik perhatian dari perhelatan yang begitu banyak menyita perhatian publik akhir-akhir ini.
Biaya pernikahan yang menghabiskan milyaran rupiah. Walaupun pernyataan resmi dari sekertaris negara bahwa tidak ada sepeserpun dana negara yang digunakan untuk perhelatan ini, namun pernikahan ini adalah acara yang cukup dahsyat ditengah ditengah krisis yang dilanda bangsa ini.
Pernikahan yang menyedot dana begitu besar ditengah harga kebutuhan pokok yang semakin sulit dijangkau bukan lah sesuatu yang dapat menjadi suri tauladan bagi rakyat. Walau masih banyak anggapan rakyat yang seolah “membenarkan” dengan ungkapan “wajar saja..namanya juga anak presiden” namun jelas sekali hal ini semakin menunjukan bahwa penguasa memanfaatkan kuasanya untuk “memperbudak” rakyat paling tidak di ranah pemikiran.
Dana milyaran rupiah yang dikucurkan untuk beberapa hari acara pernikahan tidak sebanding dengan usaha-usaha rakyat untuk memajukan kesejahteraannya. Bertahun-tahun buruh indonesia meminta upah yang adil sesuai kebutuhan hidup layak, berpuluh tahun rakyat tani menyuarakan pembaruan agraria, namun semua belum terpenuhi. Hal ini jelas sangan kontras dengan kesenangan pejabat yang mengumbar-ngumbar uang demi kepuasan dirinya.
Mungkin benar, bahwa uang yang dipakai untuk pernikahan ini bukanlah uang negara. Namun akan sulit mencerna jika sama sekali tidak ada andil negara yang “mampu” memberikan uang yang begitu besar kepada kedua orang tua mempelai. Apalagi bila menggunakan pikiran orang-orang hebat yang mengatakan perlunya “pembuktian terbalik”.
Pernikahan di Istana Cipanas.
Apakah rakyat biasa bisa menyewa Istana Cipanas untuk pesta pernikahan anggota keluarganya? Itu menjadi pertanyaan menggelitik saat SBY selalu mengatakan akan menjadi contoh untuk “perang” melawan korupsi.
Istana Cipanas merupakan ikon kenegaraan. Ia merupakan salah satu istana kepresidenan, bukan tempat komersil umum. Berapakah Soesilo Bambang Yudhoyono atau M. Hatta Rajasa membayar sewa dan kemana mereka membayar sewa atas penggunaan istana negara? Dapatkah orang biasa menyewa Istana Cipanas ?
Dari hal ini jelas ada fasilitas negara yang digunakan oleh kedua pejabat publik tersebut dalam acara pernikahan anak-anaknya. Sebagai orang awam, jelas bahwa Presiden SBY dan Menteri Hatta Rajasa sudah menggunakan kekuasaan/kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri/keluarga-nya. Betapa tidak, ikon kenegaraan seperti istana presiden dapat mereka gunakan untuk acara yang sebenarnya adalah acara yang bersifat pribadi tidak terkait jabatan atau kewenangan.
Hal ini jauh berbeda dengan saat Gubernur yang juga Raja Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono X menikahkan putrinya. Sebagai raja ia memang patut menikahkan putrinya di keraton (Istana) kerajaannya. Karena ia adalah raja dimana Istana/Keraton adalah properti kerajaannya. Wajar, selama kita masih mengakui kerajaan, bila anak-anak raja dinikahkan di istana raja karena pernikahan anak-anak raja merupakan salah satu acara kerajaan.
Pengamanan Kenegaraan
Ekses dari penggunaan Istana Negara adalah perlunya pengamanan kenegaraan. Naif bila dikatakan oleh Kepala Penerangan Kodam Siliwangi bahwa pengamanan yang dilakukannya adalah pengamanan “standar “ kepresidenan. Dua batalion pasukan disiapkan diluar kompi-kompi tugas istana adalah sesuatu yang berlebihan jika dilihat bahwa ini adalah acara pribadi, bukan acara kenegaraan.
Pasukan TNI yang disiapkan begitu banyak juga memunculkan pertanyaan, apakah situasi pernikahan akan menjadi situasi darurat perang? Kalaupun ada Kepolisian yang bertugas, dapat dipastikan bahwa jumlahnya tidak akan lebih banyak dari TNI. Kembali lagi, naluri rakyat mempertanyakan apakah TNI yang bertugas ini adalah TNI nya SBY-Hatta Rajasa atau TNI negara? Maukah pasukan-pasukan ini juga ikut mengamankan jika anak seorang biasa menikah?
Atau Tentara merasa bahwa yang menikahkan ini adalah Pimpinan tertingginya? Jikalau demikian maka sangat tidak profesional TNI kita sekarang ini. TNI seharusnya bisa membedakan mana yang urusan negara dan urusan pribadi kepala negara, karena tentu jabatan kepala negara tidak terus melekat di pundak SBY. Buktinya, sesuai pernyataan resminya, tidak ada kepala negara yang diundang dalam acara pernikahan ini. Ini berarti, sebenarnya pemilik acara sudah sangat sadar bahwa acara yang diselenggarakannya bukanlah acara keluarga.
Selain TNI, acara pernikahan ini jelas juga akan menggunakan fasilitas negara berupa Kepolisian. Paling tidak Kepolisian, diperlukan untuk memfasilitasi perjalanan yang akan dilalui oleh kedua keluarga bahaga termasuk undangannya untk dapat tiba di Istana Cipanas.
Dengan demikian fasilitas kenegaraan telah digunakan oleh seseorang yang kebetulan menduduki jabatan publik untuk kepentingan pribadi/keluarganya. Sayangnya alat-alat negara ini seolah menjadi alat pribadi yang bisa di gerakkan begitu saja.
Kembali lagi ini sangat kontras dengan pengamanan istana/keraton kesultanan yang digunakan oleh HB X pada saat menikahkan putrinya.
Apakah SBY adalah rajanya Indonesia?
Comments
Post a Comment