Keluar dari rumah menggunakan sepeda motor. Tidak berapa lama sudah berada di jalan raya yang penuh sesak dengan berbagai kendaraan. Jenis sepeda motor sudah pasti "merajai" jalanan disusul oleh mobil-mobil pribadi yang ikut berdesakkan. Ada juga "paus"-nya jalan raya, kalau menurut Menhub, mobil-mobil berbadan besar. Beberapa kali sempat juga terlihat kendaraan tanpa mesin.
Tak berapa lama, karena ada keperluan bertemu dengan seseorang, masuk kedalam parkiran sebuah mall. Kembali melihat jajaran raja-raja jalanan dalam posisi yang berbaris yang sangat kokoh. Seseorang berseragam menghampiri, "Maaf pak, parkiran penuh, lihat plang itu" katanya sambil menunjuk sebuah plang yang bertulis "Maaf Parkir Penuh". Terlihat memang jajaran sangat erat para raja, bahkan satu-dua raja ada yang keluar dari barisannya.
Tanpa pikir panjang dan karena terdesak oleh pentingnya pertemuan itu, raja kecil ini dipacu lambat sambil mencari kemungkinan masuk barisan. Sampai gedung Mall itu berlalu, tidak juga berjumpa dengan barisan, akhirnya kuputuskan untuk membariskan raja kecil ini di tempat lain yang cukup berjarak dengan Mall.
Selesai membariskan, segera ku lalui keamanan gedung Mall untuk dapat segera memulai pertemuan. Pertemuan memakan waktu 2 jam dan berakhir setelah dua cangkir kopi dan sepiring kudapan luluh lantak dihajar usus yang sedari tadi sudah mulai mengamuk.
Panggilan shalat berkumandang tak berapa lama sebelum pertemuan berakhir. Kuputuskan untuk melaksanakan ibadah karena takut waktunya berlalu. Kebetulan tempat ibadah berada diantara tempat membariskan mobil-mobil pribadi. Kusempatkan untuk sekedar melihat-lihat barisan itu. Lenggang !... "Ah... mungkin karena sudah dua jam berlalu sehingga tempat ini bisa terlihat lenggang.
Selesai ibadah kusempatkan untuk sedikit ngobrol dengan seseorang yang menggunakan seragam yang sama dengan orang diluar tadi yang bilang "Maaf, parkir penuh". Dari mulutnya kutahu bahwa disetiap lantai terdapat tempat berbaris bagi si roda empat. Sesaat kubandingkan dengan pengalaman "parkir,penuh" tadi. Otak matematisku bekerja, perbandingannya memang cukup timpang walaupun lahan tempat berbaris raja jalanan ini terlihat luas. Tiga titik lahan yang secara imajiner membentuk huruf L, dibawah sana kubandingkan dengan lahan yang mengikuti konstruksi bangunan mall untuk berbaris para kendaraan bermesin lebar. "Ini diskriminatif" kata belahan otak kritisku.
Namun belahan otak lainnya bicara "Wajar kalau diposisikan seperti ini karena jelas mesin dan tubuh mereka lebih lebar". Tidak cukup selesai disitu, otak kritis ku mulai lagi berulah "Lihat pintu masuk mall disediakan di setiap lantai tempat berbaris sang roda empat itu, bagaimana dengan kendaraan mu? cukup jauh jarak itu, ini diskriminatif" katanya. Karena ada keperluan lain diluar gedung ini, tak kuikuti perdebatan dua belah otak ku. Segera kujemput sang raja kecil untuk mengantarku ke titik lain di kota ini. Bertemu seorang kawan lama di kantornya.
Jalan yang lengkap dengan debu dan panasnya kutempuh dan masih sama dirajai oleh para raja kecil. Tiba di muka gedung kantor kawan ku itu, karena tak tahu dimana harus membariskan raja kecilku ini, kutanyakan pada seseorang berseragam yang nampaknya memang bertugas untuk membariskan raja-raja jalanan. Sambil menunjuk cepat seolah sudah akrab tempat ini bagiku, diarahkannya aku ke belakang areal gedung kantor ini. Di sebuah pojok terlihat barisan para raja kecil, tidak banyak, tapi cukup padat untuk ukuran sebuah barisan.
Sambil berbenah, kedua belah otakku bercakap dengan topik yang masih sama "diskriminasi". Keduanya kini tampak melemah. Mungkin keduanya semakin sadar bahwa memang ini diskriminasi atau sering dibilang pengkhususan. Walau tidak bersepaham apakah pengkhususan ini positif atau negatif, namun keduanya akhirnya kubiarkan bisu menyambut pertemuan dengan kawan lamaku.
Tak berapa lama, karena ada keperluan bertemu dengan seseorang, masuk kedalam parkiran sebuah mall. Kembali melihat jajaran raja-raja jalanan dalam posisi yang berbaris yang sangat kokoh. Seseorang berseragam menghampiri, "Maaf pak, parkiran penuh, lihat plang itu" katanya sambil menunjuk sebuah plang yang bertulis "Maaf Parkir Penuh". Terlihat memang jajaran sangat erat para raja, bahkan satu-dua raja ada yang keluar dari barisannya.
Tanpa pikir panjang dan karena terdesak oleh pentingnya pertemuan itu, raja kecil ini dipacu lambat sambil mencari kemungkinan masuk barisan. Sampai gedung Mall itu berlalu, tidak juga berjumpa dengan barisan, akhirnya kuputuskan untuk membariskan raja kecil ini di tempat lain yang cukup berjarak dengan Mall.
Selesai membariskan, segera ku lalui keamanan gedung Mall untuk dapat segera memulai pertemuan. Pertemuan memakan waktu 2 jam dan berakhir setelah dua cangkir kopi dan sepiring kudapan luluh lantak dihajar usus yang sedari tadi sudah mulai mengamuk.
Panggilan shalat berkumandang tak berapa lama sebelum pertemuan berakhir. Kuputuskan untuk melaksanakan ibadah karena takut waktunya berlalu. Kebetulan tempat ibadah berada diantara tempat membariskan mobil-mobil pribadi. Kusempatkan untuk sekedar melihat-lihat barisan itu. Lenggang !... "Ah... mungkin karena sudah dua jam berlalu sehingga tempat ini bisa terlihat lenggang.
Selesai ibadah kusempatkan untuk sedikit ngobrol dengan seseorang yang menggunakan seragam yang sama dengan orang diluar tadi yang bilang "Maaf, parkir penuh". Dari mulutnya kutahu bahwa disetiap lantai terdapat tempat berbaris bagi si roda empat. Sesaat kubandingkan dengan pengalaman "parkir,penuh" tadi. Otak matematisku bekerja, perbandingannya memang cukup timpang walaupun lahan tempat berbaris raja jalanan ini terlihat luas. Tiga titik lahan yang secara imajiner membentuk huruf L, dibawah sana kubandingkan dengan lahan yang mengikuti konstruksi bangunan mall untuk berbaris para kendaraan bermesin lebar. "Ini diskriminatif" kata belahan otak kritisku.
Namun belahan otak lainnya bicara "Wajar kalau diposisikan seperti ini karena jelas mesin dan tubuh mereka lebih lebar". Tidak cukup selesai disitu, otak kritis ku mulai lagi berulah "Lihat pintu masuk mall disediakan di setiap lantai tempat berbaris sang roda empat itu, bagaimana dengan kendaraan mu? cukup jauh jarak itu, ini diskriminatif" katanya. Karena ada keperluan lain diluar gedung ini, tak kuikuti perdebatan dua belah otak ku. Segera kujemput sang raja kecil untuk mengantarku ke titik lain di kota ini. Bertemu seorang kawan lama di kantornya.
Jalan yang lengkap dengan debu dan panasnya kutempuh dan masih sama dirajai oleh para raja kecil. Tiba di muka gedung kantor kawan ku itu, karena tak tahu dimana harus membariskan raja kecilku ini, kutanyakan pada seseorang berseragam yang nampaknya memang bertugas untuk membariskan raja-raja jalanan. Sambil menunjuk cepat seolah sudah akrab tempat ini bagiku, diarahkannya aku ke belakang areal gedung kantor ini. Di sebuah pojok terlihat barisan para raja kecil, tidak banyak, tapi cukup padat untuk ukuran sebuah barisan.
Sambil berbenah, kedua belah otakku bercakap dengan topik yang masih sama "diskriminasi". Keduanya kini tampak melemah. Mungkin keduanya semakin sadar bahwa memang ini diskriminasi atau sering dibilang pengkhususan. Walau tidak bersepaham apakah pengkhususan ini positif atau negatif, namun keduanya akhirnya kubiarkan bisu menyambut pertemuan dengan kawan lamaku.
Comments
Post a Comment