Skip to main content

Posisi Media Dalam Pemberitaan "Penyerangan Kantor Polsek Matraman"

Dini hari, sabtu 5/09, Kantor Polsek Matraman diserang sejumlah orang tidak dikenal. Media ramai membicarakan peristiwa ini. Beragam sudut pandang diutarakan. Menarik memperhatikan bagaimana media on-line menuliskan peristiwa Penyerangan Polsek Matraman hari ini.

Tiga media online saya kutip untuk dijadikan sample. Media itu adalah detik.com, kompas.com, dan okezone.com. Dari ketiga media tersebut terdapat kesamaan yang menurut saya paling mendasar yaitu menggunakan sudut pandang Polisi (kekuasaan) dalam pemberitaannya. Dengan cara pemberitaan yang demikian seolah kompas, detik, dan okezone ingin mengajak pembacanya untuk menggunakan cara pandang yang sama dalam menilai peristiwa ini.

Setidaknya, dari berita yang ditayangkan pada ketiga media tersebut terdapat kesamaan kesan yang ingin disampaikan, 1) Polisi diserang (dalam kondisi pasif), 2) Penyerangan adalah balas dendam, 3) Penyerang adalah orang yang tidak taat hukum. 4) Pelecehan hukum, 5)Polisi dirugikan.

Hampir kesemua media menggunakan sudut pandang polisi dalam pemberitaan peristiwa ini. Ini dapat sangat terlihat dari pihak yang di jadikan sumber informasi yang kesemuanya adalah pihak Polsek Matraman, pejabat kepolisian lainnya, atau pihak tertentu yang menguntungkan posisi polisi. Dampak yang dihasilkan dengan cara pemberitaan semacam ini adalah penggiringan opini bahwa dalam peristiwa itu hanya terdapat satu peristiwa tunggal "Kantor Polisi Diserang", dimana kantor (polisi) menjadi korban.

Dengan cara pemberitaan yang demikian ini seolah media menutup mata terhadap fakta lain yang terkait, misalnya, bagaimana polisi melakukan "tilang?," dalam kondisi seperti apa tilang tersebut dikenakan dan apa dasar hukum yang melegalkannya?. Walau selamanya tidak dapat dibenarkan segala bentuk kekerasan dan pengrusakan, namun ada baiknya juga media "melihat" peristiwa "pengrusakan kantor polsek" menggunakan cara pandang yang seimbang.

Fakta bahwa masyarakat sudah tidak asing lagi dengan prilaku oknum polisi yang "memanfaatkan tilang" untuk hal diluar penegakkan hukum ada baiknya juga menjadi pertimbangan media. Atau mungkin tindakan pengrusakan tersebut justru terjadi karena semakin memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegakan hukum?

Jika media melihat dari sudut pandang tersebut tentu pemberitaan "pengrusakan kantor polsek" akan tambak berbeda. Media bisa saja meminta pendapat ahli terkait dengan semakin memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegakkan hukum.

Sudah sering dialog, diskusi dan pembahasan lain yang ditayangkan juga oleh media massa terkait semakin pudarnya kepercayaan terhadap institusi penegakkan hukum. Bahkan pudarnya kepercayaan ini dapat kita dengar dan saksikan di dialog warung kopi yang banyak terjadi dikalangan masyarakat bawah. Pemeo "hukum hanya berpihak kepada orang kaya", "semua bisa diatur dengan uang", "uang damai" dan bermacam lainnya memberikan bukti bahwa pudarnya kepercayaan terhadap institusi penegakkan hukum memang benar sedang terjadi di masyarakat.

Dalam logika pudarnya kepercayaan yang demikian maka pengrusakan kantor polisi dapat dilihat sebagai bentuk reaksi atas hal tersebut. Pengrusakan terjadi karena masyarakat sudah merasa lemah sejak dari awal untuk "berurusan" hukum, dan lebih memilih penyelesaian diluar hukum. Lebih dari itu, tindakan tersebut juga dapat dilihat sebagai "peringatan" tentang pentingnya memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegakkan hukum. Disinilah seharusnya media memegang peranan terdepan untuk menyuarakan pentingnya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegakkan hukum. Dengan demikian media juga akan menaruh peran sosial yang penting sebagai kekuatan demokrasi dalam penyelenggaraan negara sebagai penyampai suara marjinal dan kontrol sosial didalam masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Pendidikan Ganda demi Bonus Demografi

DJOKO SANTOSO DIDIE SW . Daripada tidak, Indonesia lebih baik sedikit terlambat untuk memulai sistem pendidikan ganda dalam pendidikan tinggi. Sistem ini sukses diterapkan Jerman dan ditiru banyak negara Eropa, termasuk menjadi pendo- rong kemajuan Korea Selatan. Maka, wajar jika Presiden Joko Widodo meminta agar hal tersebut segera serius dilaksanakan. Presiden memang berkali-kali menekankan relasi antara pendidikan dan kebutuhan nyata sesuai perkembangan cepat zaman. Lantas apa pentingnya dan bagaimana sebenarnya cara kerja dari sistem pendidikan ganda? Bagaimana perguruan tinggi bersama perusahaan industri bisa menerapkan pendidikan kejuruan dan pelatihannya tersebut dengan sukses? Jerman menerapkan sistem pendidikan ganda dalam upaya mempercepat penyejahteraan penduduknya. Sistem ini menghasilkan kontribusi besar dari sejumlah besar kaum muda yang berketerampilan khusus. Model pendidikan praktis ini dapat melatih kaum muda dalam keterampilan yang relev...

Masa Depan PAN (1): Tragedi Pulang Kandang dan Poros Tengah

BAMBANG SETIAWAN   5 Januari 2018  10:49 WIB     KOMPAS Di hadapan 15.000 orang yang memadati Istora Senayan, Jakarta, 23 Agustus 1998, tokoh reformasi Amien Rais meresmikan berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN). Didukung tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang etnis dan agama, PAN berdiri dengan lambang matahari yang menyinari segala penjuru. Partai Amanat Nasional (PAN) menarik bukan hanya karena sejarah berdirinya, melainkan karena perjalanan politiknya yang mengubah partai perjuangan ini menjadi partai figur. Dari semangat partai berdimensi plural menjadi partai bernuansa tunggal. Sebagai partai politik yang kemunculannya memanfaatkan momentum gerakan reformasi yang menumbangkan Orde Baru, PAN awalnya sangat dekat dengan semangat pembaruan dengan menggalang sebanyak mungkin elemen masyarakat. Sebagian tokoh kunci reformasi menjadi tiang berdirinya partai berlambang matahari ini. Di tengah kerusuhan yang masih berlang...

Masa Depan PAN (3-Habis): Jebakan Koalisi dan Kemandirian Partai

BAMBANG SETIAWAN   7 Januari 2018  19:59 WIB     KOMPAS/WAWAN H PRABOWO (WAK) Mantan anggota DPRD DKI Jakarta Wanda Hamidah menggelar jumpa pers terkait pemberhentian dirinya dari Partai Amanat Nasional (PAN) di sebuah restoran di Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (16/9/2014). Wanda Hamidah diberhentikan dari partainya karena mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014. PAN tercatat menjadi partai paling banyak merekrut artis di pemilu 2004. Tarik-ulur ideologi di tubuh Partai Amanat Nasional (PAN) berjalan seiring dengan pergantian tokoh-tokoh pimpinannya. Namun, naik turunnya suara PAN tidak ditentukan oleh kepemimpinan dan ideologinya semata, tetapi oleh langkah koalisinya. Pada pemilu pertama era reformasi, tahun 1999, partai berlambang matahari itu berhasil memperoleh 7,4 persen suara dan bisa menempatkan 34 wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam pemilu berikutnya (2004) PAN mengalami kemerosotan ...